17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2015. Selamat HUT RI Ke-70

Senin, 01 Oktober 2012

Peristiwa Bersejarah di Kota Pekalongan

Pristiwa 3 Oktober 1945 di Pekalongan
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia , PPKI bersidang tanggal 18 Agustus 1945, yang menetapkan :
  1. Mengesahkan dan menetapkan UndangUndang Dasar Republik Indonesia yang kemudian lebih dikenal sebagai Undang Undang Dasar 1945.
  2. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.
  3. Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan presiden un- tuk sementara waktu dibantu dibantu oleh Komite Nasional.
Pengisian alat kelengkapan negara ini dilanjutkan dengan sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 yang menghasilkan keputusan membentuk
(1). Komite Nasional
(2). Partai Nasional Indonesia
(3). Badan Keamanan Rakyat.
Berdasarkan hasil sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 tentang pembentukan Komite Nasional, maka di Jakarta dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau yang disebut KNIP yang diresmikan pada tanggal 29 Agustus 1945 dengan ketuanya Mr Kasman Singodimejo dan anggotanya sebanyak 60 orang. Komite Nasional ini dimaksudkan sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang menye- lenggarakan kemerdekaan Indonesia dan berlandaskan kedaulatan rakyat.
 
Pembentukan KNI di daerah tentu saja tidak sebaik di tingkat pusat, namun se- mangat pembentukan KNID inilah yang perlu dibanggakan, sebagai pelaksanaan dik- tum proklamasi, yaitu hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan akan dilaksanakan dengan cara yang seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Maka seperti halnya di daerah lain di Indonesia, di Karesidenan Pekalonganpun di bentuk Komite Nasional Indonesia..
 
Atas instruksi dari Sarmidi Mangunsarkoro, tiap daerah agar segera membentuk Komite Nasional Indonesia untuk membantu Kepala Daerah. Di Karesidenan Pekalongan dibentuk Komite Nasional Indonesia dengan badan pekerjanya, sebagai Badan Eksekutip untuk membantu Kepala Daerah. Adapun tokoh pendirinya antara lain Dr. Sumbadji; Sarpan; Djohar Arifin; K.H. Iljas; Kromo Lawi; Kadir Bakri; Dr. Ma’as; H. Siroj dan Hasan Ismail.( Yayasan Resimen XVII, 1983 : 12 ).Komite Nasional Indonesia untuk karesidenan Pekalongan terbentuk tanggal 28 Agustus 1945, dengan susunan anggota Badan Eksekutipnya adalah Dr. Sumbadji sebagai Ketua, Wakil Ketua Dr. Ma’as, Sekretaris S. Wignyo Suparto, sedangkan anggotanya R. Suprapto; Kromo Lawi; A. Kadir Bakri; K.H. Moch Iljas; dan Jauhar Arifin.
 
Residen Pekalongan waktu itu dijabat oleh Mr. Besar. Pemerintah pusat biasanya mengangkat Fuku Syuchokan ( Wakil Residen ) sebagai Residen dalam pemerintahan Republik Indonesia.Jabatan residen ini merupakan jabatan fungsionaris tertinggi yang semula hanya dipegang oleh orang Jepang saja. Pengangkatan Mr Besar sebagai Residen pada tanggal 18 September 1945, oleh Presiden Soekarno ( A.H. Nasution, 1977 : 366 ). KNI Daerah Karesidenan Pekalongan mengusulkan agar Mr Besar diangkat sebagai Residen Pekalongan kepada Presiden Soekarno tanggal 12 September 1945, dan oleh AG Pringgodigdo menjawab resmi usulan KNI Pekalongan ini tanggal 21 September 1945 bahwa Mr Besar secara resmi diangkat sebagai Residen Pekalongan..Pengangkatan Mr Besar sebagai Residen Pekalongan ini terlambat sampai tanggal 23 September 1945, sehingga Mr Besar belum secara resmi mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Empat hari kemudian Jepang secara resmi menyerahkan kekuasaan kepada Mr Besar sebagai Residen Republik secara resmi. ( Lucas, 1989 : 99 ).
 
Usaha KNI setelah terbentuknya lembaga ini tanggal 28 Agustus 1945, adalah mengambilalih kekuasaan pemerintahan sipil dan militer dari tangan Jepang. Mr Besar sendiri pernah membicarakan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan setelah kemerdekaan dengan beberapa tokoh seperti A. Bustomi dan Dr. Ma’as. Di dalam kontak dengan Mr Besar, Dr.Ma’as bertanya tentang bagaimana sebaiknya sikap kita setelah proklamasi ? Gerakan pengambilalihan kekuasaan di beberapa daerah sudah dimulai.Bahkan di Purwokerto Tentara Jepang menyerahkan kekuasa- annya kepada Mr. Ishak Tjokroadisuryo, Residen Banyumas.
 
KNI Pekalongan pada bulan September 1945 sudah mulai menghubungi Syuchokan Pekalongan, yaitu Tokonami untuk mengikuti Tentara Jepang di Purwokerto menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Indonesia.Namun sebagai bawahan dari Keibutai atau Komandan Garnisun di Purwokerto, Tokonomi sendiri masih ragu-ragu dan harus berkonsultasi dahulu dengan pihak Keibutai karena wilayah Pekalongan, Purwokerto dan Cirebon merupakan bawahan Kei butai Purwokerto.
 
Dr. Sumbadji, Sebagai ketua KNI Daerah Pekalongan melontarkan gagasan agar di Pekalongan dibentuk Badan Kontak untuk menyatukan berbagai aliran politik di masyarakat. Tujuannya menaEmpung aspirasi rakyat, agar segala tindakan bisa manunggal dan terkoordinir. Gagasan ini menarik, karena akan mengajak masyarakat berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi, yakni pengambilalihan kekuasaan.Sebab partai politik sejak masa pendudukan Jepang di Indonesia memang sudah dilarang. Pada saat itu partai politikpun belum muncul. Partai politik mulai berkembang di Republik Indonesia yang baru berdiri ini sejak tanggal 3 November 1945. Dasarnya adalah keluarnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik. Setelah dikonsultasikan kepada Mr Besar, gagasan membentuk Badan Kontak ini akhirnya tidak dilaksanakan karena menurut Mr Besar semua aliran politik yang ada di masyarakat sudah tertampung di dalam KNI sehingga kontak dan koordinasi diserahkan kepada Badan Eksekutip KNI , selain itu supaya tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak Jepang.
 
Sebetulnya di Pekalongan ada 3 kekuatan moral yang mendukung pengambilalihan kekuasaan ini, yakni kelompok KNI yang dipimpin Dr. Sumbadji; kelompok BPKKP yang dipimpin oleh Dr. Ma’as dan kelompok Angkatan Muda yang dipimpin oleh Mumpuni dan Margono Jenggot. Ketiga kelompok inilah yang dikoordinir oleh KNI mulai aktip mengadakan pendekatan dengan pihak Jepang.
 
Tiga kelompok yakni BPKKP, KNI dan angkatan muda, selalu selalu berunding di kantor BPKKP. Pertemuan ini merupakan kegiatan rutin dari tokoh-tokoh masyarakat Pekalongan.Mereka selalu kordinasi dalam mengambil langkah-langkah dan selalu menunggu perkembangan yang akan terjadi dengan sikap kematangan dan menjaga persatuan, sehingga arah perjuangan jelas dan tidak menyimpang dari rel perjuangan yang telah disepakati bersama. Di dalam pertemuan ini akhirnya disepakati bahwa pelaksanaan pengambilalihan kekuasaan dilakukan dengan cara diplomasi atau perundingan dengan pihak Jepang.Dr. Sumbadji dan Dr. Ma’as menjadi utusan untuk menghadap Syuchokan Tokonami agar menentukan kapan dan di- manakah akan diadakan perundingan dengan tokoh-tokoh masyarakat.
 
Akibat situasi yang memanas di Pekalongan, dan agar tidak terjadi insiden yang tidak diinginkan,akhirnya pihak Jepang mau berunding dengan pihak Tokoh masyarakat di Pekalongan. Perundingan akan dilaksanakan tanggal 1 Oktober 1945 pukul 10.00 bertempat di kantor Karesidenan Pekalongan atau kantor Syucho.Namun karena situasi yang kurang menguntungkan di Semarang, akhirnya pihak Jepang menunda perundingan dengan Tokoh masyarakat Pekalongan. Usul perundingan ini dibahas di rumah Mr Besar oleh kelompok masyarakat Pekalongan, dan akhirnya ditentukan:
 
Perundingan di tetapkan tanggal 3 Oktober 1945 pukul 10.00 pagi di markas Kempeitai; Para delegasi Indonesia terdiri dari Mr. Besar dan anggota Eksekutip KNI; Ketua delegasi ditetapkan Dr. Sumbadji; Sedangkan tuntuan dari pihak Indonesia terdiri dari tiga pasal yaitu (1). Pemindahan kekuasaan pemerintahan dari Jepang kepada pihak Indonesia dilaksanakan dengan damai dan secepatannya. (2). Diserahkan semua senjata yang ada ditangan Jepang, baik yang ada di Kempeitai, Keibitei, maupun yang ditangan Jepang Sakura kepada pihak Indonesia. (3). Memberi jaminan pada pihak Jepang bahwa mereka akan dilindungi, diperlakukan diperlakukan dengan baik dan dikuEmpulkan menjadi satu di markas keibitei ( sekarang kantor Pemda Kodya Pekalongan ) sampai dan termasuk Societeit Delectatio dan Handelsbank ( Oetoyo, 1983 : 2 ).
 
Apa yang telah dilakukan pihak KNI yang selalu kerjasama dengan pihak lain seperti para pemuda dan BPKKP menunjukan adanya sikap persatuan diantara kelompok kekuatan di Pekalongan. Hal ini menunjukkan bahwa keutuhan pendapat dan kelompok akan berarti bagi setiap perjuangan. Kekompakan inilah yang akhirnya membawa hasil dengan jatuhnya kekuasaan Jepang kepada masyarakat Pekalongan, meskipun dengan tebusan mahal, yakni 37 orang gugur dan 12 orang cacat dalam Peristiwa 3 Oktober 1945 di Pekalongan.
 
Pengunduran waktu perundingan yang semula akan dilaksanakan tanggal 1 Oktober 1945 menjadi 3 Oktober 1945 tidak menyebabkan melemahnya moral Tokoh-tokoh masyarakat Pekalongan, justru dianggap hal yang menguntungkan sekali. sebab dengan diundurnya perundingan dengan pihak Jepang, konsolidasi dari pihak Indonesia semakin mantap. Bahkan waktu inipun dimanfaatkan antuk membocorkan penundaan perundingan kepada masyarakat. Masyarakat diharapkan menyaksikan perundingan dengan pihak Jepang untuk memberi semangat kepada pihak Indonesia dan menurunkan moral pihak Jepang yang sudah jatuh akibat kekalahan dalam Perang Asia Timur Raya melawan sekutu. Dukungan masyarakat inilah yang mencer minkan manifestasi rasa kebanggaan dan patriotismenya dengan mendatangi tempat perundingan, yaitu Markas Kempeitai yang selama ini dianggap sebagai lambang kekejaman pendudukan Jepang di Indonesia. Masyarakat akhirnya berbondong-bondong menyaksikan wakil-wakil mereka berunding denga pihak Kempeitai tanggal 3 Oktober 1945.
 
Tanggal 3 Oktober 1945, masyarakat Pekalongan pada pagi hari sudah banyak yang berkuEmpul di sekitar Markas Kempeitai, di Lapangan Kebon Rojo, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perEmpuan. Mereka tidak hanya datang dari dalam kota saja, namun dari luar kota Pekalongan seperti daerah Buaran dan Comal. Mereka memakai pakaian tEmpur, dengan bersenjata seadanya seperti bambu runcing, parang, kayu serta potongan besi dan lain-lainnya. Merah Putih dipakai sebagai lencana dan ikat kepala. Mereka semakin banyak berdatangan di lokasi perundingan hingga pukul 09.30. Mereka ingin melihat keberhasilan wakil mereka dalam perundingan dengan Jepang.
 
Pukul 09.45 Delegasi Indonesia dengan berjalan kaki dari rumah Mr.Besar menuju Markas Kempeitai. Mereka dielu-elukan masa dengan teriakan “ Hidup Repu blik Indonesia, jangan mundur dari tuntutan; hidup wakil-wakil rakyat Pekalongan “. Rombongan diantar sampai ke pintu gerbang Markas Kempeitai dengan sorakan dan teriakan massa “ Jangan mau tawar, jangan mundur dari tuntutan , berhasillah kami menunggu; kami tidak akan bubar sebelum bapak-bapak kembali; kembalilah dengan selamat ‘.
 
Sementara pada hari itu juga 15 orang dari kelompok Jepang Sakura disandera para pemuda dan mereka dimasukkan di salah satu ruangan kantor Syucho Pekalongan. Ancaman para pemuda yang menyekap orang Jepang tersebut , adalah akan membunuh mereka bila perundingan gagal.
 
Salah satu Tokoh masyarakat, yaitu Ulama KH Syafi’i turut menggerakkan massanya memberikan dorongan moral bagi delegasi Indonesia . Pada kerumunan massa ini tampak polisi Indonesia seperti Suwarno, Sunaryo, Hugeng, Utaryo, A. Bustomi dan lain-lainnya.
 
Tepat pukul 10.00 pagi perundingan dimulai. Meja perundingan diatur leter U Pihak Jepang duduk dalam satu baris menghadap ke barat, terdiri dari
  1. Tokonomi ( Syuchokan );
  2. Kawabata ( Kempeitaidan );
  3. Hayashi ( Staf Kempeitai );
  4. Harizumi ( Penterjemah ).
Sedangkan dari pihak Indonesia tersusun dalam dua baris terdiri dari baris utara dan baris selatan. Deret sebelah utara berturut-turut
(1). Mr. Besar;
(2). Dr. Sumbadji
(3). Dr. Ma’as.
Adapun deretan sebelah selatan berturut-turu
(1).R. Suprapto;
(2). A. Kadir Bakri;
(3). Jauhar Arifin.
 
Anggota eksekutip KNI yaitu Kromo Lawi dan Kyai Moch Iljas, sampai perundingan dimulai tidak hadir. Menurut M. Syaichu dalam tulisannya yang berjudul Seki las Perjalanan Hidupku, mengatakan bahwa ketidak hadiran dua tokoh KNI ini karena sesuatu dan keperluan lain. Hasil wawancara penulis dengan Bapak Setyadi Lawi, pu- tera Bapak Kromo Lawi , mengatakan bahwa Bapak Kromo Lawi, salah satu tokoh pergerakan nasional di Pekalongan yang disegani, memang tidak hadir tetapi tidak pernah menjelaskan mengapa bapak tidak hadir waktu itu.Sementara menurut Anton E lucas , Karena kedekatannya dengan Jepang, sebagai ketua PUTERA, seksi perdagangan Hokokkai, Kromo Lawi tidak disenangi oleh Pangreh Praja. Ketika bentrokan dengan Jepang pada awal Oktober , pemuda menangkap Kromo Lawi dengan tuduhan agen subversif kempeitai.( lucas, 1969 : 95 ).
 
Mr. Besar membuka perundingan dengan terlebih dahulu memperkenalkan dele- gasi Indonesia, dilanjutkan mengemukakan maksud dan tujuan mengadakan perun- dingan dengan pihak Jepang. Pihak Jepang menyambut dengan pertanyaan mengapa pihak Indonesia datang dengan membawa massa yang banyak ? karena hal ini akan menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan.
 
Dr. Sumbadji selaku ketua delegasi menyatakan perlunya tindak lanjut setelah adanya proklamasi kemerdekaan, yakni terlaksananya pemindahan kekuasaan pe- merintah dari tangan Jepang kepada pihak Indonesia dengan damai, serta disam- paikan tuntutan tiga pasal dengan harapan jangan sampai terjadi insiden yang dapat mengorbankan rakyat banyak.
 
Adapun tuntutan tiga pasal tersebut adalah: (1). Pemindahan kekuasaan dilaksanakan dengan damai dan secepatnya; (2). Penyerahan senjata dari tangan Jepang adalah semua senjata yang ada ditangan Jepang baik yang ada di Kempeitai, Keibitei, maupun Jepang Sakura kepada pihak Indonesia; (3). Memberikan jaminan pada pihak Jepang bahwa, mereka akan dilindungi, diperlakukan dengan baik, dan dikuEmpulkan menjadi satu di Markas Keibitei. ( DHC Angkatan ’45 Pekalongan, 1983 : 7-8 ).
 
Tokonomi menjawab bahwa, Pemerintah Bala Tentara Nippon sudah mendengar proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, namun di daerah ini pemerintah Dai Nippon tidak bisa menerima ke- inginan pihak Indonesia karena pihaknya masih berkewajiban menjaga status quo yang ada demi kepentingan, keamanan, dan ketentraman rakyat.Pihak Jepang mema- hami tuntutan dari pihak Indonesia, tetapi pihaknya terikat dengan Sekutu bahwa sebelum ada instruksi dari Dai Nippon di Jakarta, pihaknya masih bertanggungjawab untuk mempertahankan status quo. Kemudian Dr. Ma’as angkat bicara, bahwa sebenarnya tentang pemindahan kekuasaan sudah tiada persoalan lagi.Karena Jendral Terauchi telah berjanji waktu bertemu Bung Karno di Dalat akan memerdekakan Indonesia. Bukankah sekarang sudah tepat pada waktunya ?
 
Seorang Kempeitai melaporkan bahwa, ada wakil pemuda yang akan bertemu dengan Dr. Sumbadji. Setelah diijinkan, Mumpuni dan Margono berbicara langsung dengan Dr. Sumbadji dengan nada keras:”Sudahkah perundingan selesai ? jangan terlalu lama rakyat tidak sabar menunggu”.
Sesudah dua jam menunggu hasil perundingan antara Residen Besar dan Kempeitei, mereka itu tidak sabar lagi. Mr Besar terpaksa keluar untuk men jelaskan kompromi yang telah tercapai; Kempeitei akan menghentikan aksi-ak si keliling kota dan menyerahkan sejumlah senjata kepada polisi kota, supaya jumlah senjata polisi sama dengan yang dimiliki Kempeitei. Senjata ini harus di simpan di societeit, sedangkan kuncinya yang satu dipegang oleh Residen Besar dan lainnya dipegang oleh Komandan Kempeitei. Ini berarti pemuda tidak dapat mengeluarkan senjata tanpa seizin kedua penguasa itu. ( Lucas, 1989 : 124-125 )
 
Ketika penterjemah sedang menterjemahkan pembicaraan Dr. Sumbadji, sekonyong-konyong terdengar letusan senjata dari luar. Keadaan menjadi sunyi . Terdengar teriakan serbu ! dari luar. Letusan ini tidak diketahui dari pihak mana yang memulai.Suasana berubah menjadi kacau.… sampai sekarang kita belum mengetahui dengan pasti letusan senjata itu dari pihak siapa. ? Apakah itu dari pihak Kempeitai ? Kita kurang mengetahui. Akibat selanjutnya terjadi tembak-menembak antara massa di luar gedung dan pihak kempeitai, juga markas kempeitai dikepung rapat oleh rakyat. ( Yayasan Resimen XVII, 1983 : 18 )
 
Dalam tulisannya yang berjudul Peristiwa Perebutan Kekuasaan Pemerintah dari Pemerintah Penjajahan Jepang di Pekalongan, DHC Angkatan ’45 melukiskan sebagai berikut :Selagi perundingan sedang berjalan, terdengarlah ledakan senjata api, yang tidak jelas dari mana datangnya. Perundingan menjadi bubar tidak membawa hasil. Letusan api yang tidak jelas itu, disusul rentetan bunyi metraliur.
 
Mr.Besar beserta pengurus KNI menyelamatkan diri, meninggalkan meja perundingan dan melalui tembok samping kanan markas kempeitai menerobos masuk ke ruang kantor karesidenan . ( Yayasan Resimen XVII, 1983 : 94 ). Pemuda Rahayu dan Bismo dengan beraninya menancapkan bendera merah putih di atas atap markas kempeitai, dalam rangka mengobarkan semangat rakyat ketika terjadi peristiwa perlawanan rakyat terhadap Jepang, ketika perundingan belum selesai dan Kempeitai menembaki massa di depan markas. Mereka naik ke atas atap tanpa komando dan tanpa memikirkan bahaya menimpanya. Mereka bertindak secara spontan.
 
Dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan I, A.H. Nasution menuliskan sebagai berikut :
Rupanya Jepang sudah membuat siasat. Dari dalam gedung mereka melepaskan tembakan dengan senapan mesin, sehingga rakyat kacau balau dan korban-korban berjatuhan. Akan tetapi rakyat tidak mau mengalah begitu saja. Seorang pemuda dari barisan kereta api naik ke atas gedung untuk mengibarkan sang merah putih. Ia ditembak jatuh, akan tetapi tetap memegang bendera sampai ajalnya. ( A.H. Nasution, 1977 : 367 ).
 
Saksi sejarah yang bernama bapak Azis Basyarachil mengatakan pada penulis, ketika peristiwa 3 Oktober 1945 , beliau masih menjadi pelajar SMP, dan menceriterakan peristiwa ini antara lain ketika peristiwa ini terjadi, beliau melihat suasana di sekitar Markas Kempeitai, Kantor Karesidenan serta daerah Kebon Rojo yang dipadati manusia yang akan menuntut senjata dari Jepang. Sebetulnya di markas kempetei tidak ada senjata, karena senjata disimpan di tempat lain.Mereka heran kenapa Jepang tidak mau menyerahkan senjatanya kepada pihak Republik, padahal Indonesia sudah merdeka.Menurut bapak Azis kenapa pula di Markas Kempeitai masih menaikan bendera Jepang ? hal inilah yang akhirnya mendorong Rahayu, untuk mengibarkan merah putih di atas atap Markas Kempeitai.
 
Yang pertama kali menembak dengan senapan pistol adalah Jepang, disusul dengan tembakan senapan mesin oleh Jepang terhadap massa terutama yang berada di sekitar halaman markas kempeitai. Menurut bapak Azis , betapa terkejutnya beliau ketika Jepang meletakkan metraliur yang berarti Jepang akan membuat gara-gara. dan betul, tembakan pistol, adalah pertanda bagi Jepang untuk segera melancarkan penembakan kepada rakyat.Jepanglah yang mulai melakukan penembakan. Mana mungkin rakyat Indonesia waktu itu bersenjata api. Peta di Pekalonganpun dibubarkan Jepang sebelum peristiwa ini terjadi. Kalau ada polisi bersenjata, dan siap di atas pagar, ternyata tidak menembak kepada Jepang sebagai balasan atas perlakuan Jepang karena senjata mereka tidak berpeluru.Memang rakyat Pekalongan datang ke Sekitar Markas Kempeitai dalam sikap siap tempur, dengan senjata seadanya. Bapak Azis sendiri waktu itu membawa bambu runcing, namun akhirnya terbuang karena terjadinya kekacauan tersebut. ( wawancara dengan Bapak Azis Basyarachil ).
 
Delegasi Jepang segera meninggalkan sidang, kemudian masuk ke ruang kempeitai sehingga perundingan mengalami kegagalan dan diakhiri dengan korban yang berjatuhan. Masyarakat yang di luar gedung yang mengepung rapat tempat perundingan, menjadi sasaran tembakan senapan mesin dari Kempeitai.Rakyat marah dan tanpa komando menyerbu markas, melalui pintu masuk, lewat memanjat tembok keliling gedung, menaiki atap gedung yang bertujuan menghancurkan dan merampas senjata dari Jepang.Rakyat banyak yang menjadi korban dalam peristiwa ini.Puluhan orang menggeletak di depan gedung berlumuran darah.Beberapa diantaranya pelajar,seperti Nugroho, Mujiono dan Murtono. Perlawanan yang tak seimbang berlangsung sekitar satu jam.( Lud, 1995 : 11 ).
 
Para korban umumnya yang memanjat tembok keliling Markas Kempeitai, dan yang menyerbu lewat pintu depan. Banyak penyerbu yang meninggalkan teman-te mannya untuk menyelamatkan diri.Korban yang terluka masih dapat diseret ke luar markas.Namun ada yang tergeletak dua hari di depan Markas Kempeitai.
Rasmadi menjadi korban penembakan Jepang dalam Peristiwa 3 Oktober 1945 sehingga menjadi cacat tetap, karena tertembak kakinya dan terbaring selama 3 hari di depan Markas Kempeitai. ( wawancara dengan Budi Suparno, Putera Rasmadi ).
 
Rakyat membubarkan diri untuk menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi bila pihak Jepang membalas dendam. Dari salah satu saksi sejarah yang penulis temui menuturkan sebagai berikut tentang peristiwa 3 Oktober 1945 antara lain …Bapak Muhardjo adalah anggota pemuda pegawai Pamong Praja Kota Pekalongan, yang menjadi salah satu saksi dalam pertempuran 3 Oktober 1945 di Pekalongan. Melihat sendiri betapa Jepang dengan kejam membantai rakyat Pekalongan. Mengenai Perundingan dengan Jepang KNID mulai berunding pukul 10.00, namun terjadinya tembakan pertama dan dilanjutkan penembakan dengan mitraliur Oleh Jepang terhadap massa.Seusai peristiwa 3 Oktober 1945 Bapak Muhardjo tidak berani pulang di Bendan, tetapi malamnya menginap di Pesindon. Pada pagi buta baru pulang, karena takut Jepang akan membalas dendam setelah peristiwa tersebut. Penaikan bendera oleh Rahayu dan Bismo, merupakan simbol semangat nasionalisme yang berkobar dari jiwa muda yang masih idealis tanpa merasa adanya resiko yang bakal diterima. ( wawancara dengan Bapak Muhardjo ).
 
Sementara sandera Jepang yang di tangkap para pemuda dan dikuEmpulkan di ruang Syucho dibunuh tanpa kenal aEmpun Jumlah orang Jepang yang dibunuh tidak jelas, karena yang luka dan yang meninggal dibawa lari oleh Jepang. Diperkirakan korban dari pihak Jepang sebanyak 22 orang.Termasuk Hayashi, Kempeitai yang terkenal kejam.Hayashi ditembak oleh Sumantra.Beberapa pemuda yang ditawan Jepang sampai berakhirnya peristiwa ini adalah Suhardjo, Sudjono, Djoned, Kuswadi, Singgih, Suwarno, Sarino dan lain-lain. ( S. Prawiro, 1983 : 89 ).
 
Dalam hal ini ada kejadian yang menarik perhatian kita, yaitu adanya pengibaran bendera merah putih di atap markas kempeitai yang dilakukan oleh Rahayu dan Bismo. Insiden ini menarik perhatian penulis. Apa sesungguhnya yang mendorong timbulnya peristiwa bendera ini ? Keberanian Rahayu dan Bismo yang menurunkan bendera Jepang dan mengibarkan sang merah putih di atap markas kempeitai patut dicatat dalam sejarah di Pekalongan ini. Setelah pertempuran yang tidak seimbang terjadi, rakyat akhirnya bubar, semen- tara korban bergelimpangan di sekitar Markas Kempeitai. Suasana menjadi sunyi, dan hanya ada beberapa anggota Kempeitai yang berjaga-jaga di luar dengan bayonet terhunus. (Oetoyo,1983:12) Korban peristiwa berdarah ini bagi pihak Indonesia cukup banyak baik mereka yang gugur sebagai pahlawan bangsa maupun mereka yang cacat sebagai pembela negara.
 
Korban yang tergeletak di depan Markas Kempeitai ada yang masih hidup. Untuk menolong mereka akhirnya minta bantuan dari Embrio PMI yang di Pekalongan tokohnya DR. Sumakno, Dr. J. J Tupamahu, Dr.L S Lisapally, Dr. Sunarya Said dan Dr. sumbadji. Mereka inilah yang menolong korban pertempuran, setelah berunding dengan Kempeitai yang bertahan di markasnya. Barulah hari ketiga setelah pertempuran, mayat yang sudah mulai membusuk diangkat oleh sukarelawan yang berasal dari Rumah Sakit Kraton, dinas kesehatan dan eks EHBO ( EERSTE HULP BY ONBELUKKEN ) yaitu Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan,yang di bentuk pada jaman penjajahan Belanda. ( wawancara dengan Bapak Abdul Karnen ). Dan yang mengurus jenasah di Markas Kempeitai menurut hasil perundingan dengan pihak Jepang harus para wanita, atau dokter sendiri, supaya tidak menimbulkan kecurigaan Jepang. Sukarelawan PMI yaitu Hardinar Mulyadi, dan Mary Soemakno ( sekarang isteri Hugeng mantan KAPOLRI ).Menurut Mary Hugeng kenangan pada peristiwa ini dituturkan sebagai berikut: …..Dr Tupamahu membawa bendera palang merah ukuran kecil yang biasanya untuk kendaraan. Enam orang dari kami berjalan lambat-lambat sambil berharap peneropong mereka melihat bendera kami.Ketika sampai di depan barikade, Dr Tupamahu menjelaskan bahwa kami dari palang merah dan akan mengambil siapapun yang terluka. Lalu kita mulai bekerja. Saya ingat tidak seorang pun dari pemuda itu yang mempunyai senjata kecuali bambu runcing. Mereka itu masih hidup (setelah pertempuran) walau perutnya kena tusuk, kadang-kadang dua orang direnteng dalam satu tusukan bambu, seperti sate, sungguh mengerikan ! Mereka semua ditembak dadanya dengan senapan mesin. Tiba-tiba salah satu mayat itu berkata, “ Tolonglah saya. “ Ka kinya telah ditembak dan telah terkapar sepanjang siang hari di bawah terik matahari. Ia berkata, “ Saya sudah mati seandainya hujan tidak turun semalam. “ Kami segera membawanya ke Rumah Sakit dan diperbolehkan mengambil semua mayat manfaat identifikasi. Salah seorang saudara puteri saya jatuh pingsan begitu tiba di rumah sakit. ( Lucas, 1989 : 126 ).
 
Jenasah disemayamkan di Rumah Sakit Kraton dan dimakamkan di daerah Panjang, pada tanggal 6 Oktober 1945 sekitar pukul 4 sore. Tempat pemakaman ini sekarang diberi nama Taman Makam Pahlawan Rekso Negoro.Kadang kala pihak keluarga korban tidak tahu dimanakah makam keluarganya di Taman Makam Pahla- wan itu. Penuturan Ibu Martono, puteri Bapak Rifai yang menjadi korban penem- bakan oleh Kempeitai mengatakan bahwa sampai sekarang tidak tahu yang mana makam ayahnya itu. ( Wawancara dengan ibu Martono ).
Beberapa pendapat mengenai jumlah korban yang dihiEmpun penulis adalah :
  1. Menurut buku Pengabdian Resimen XVII Kepada Bangsa Dan Negara, mencatat korban meninggal 35 orang dan mereka tergeletak selama dua hari dihalaman gedung Kempeitai.
  2. Menurut catatan DHC Angkatan ’45 Pekalongan yang berjudul Perjuangan Pemuda Pekalongan Mengusir Jepang 3 Oktober 1945, menuliskan pahlawan yang gugur 36 orang , seorang meninggal di depan kantor Kempeitei.
  3. M. Syaichu dalam bukunya yang berjudul Sekilas Perjalanan Hidupku, melaporkan bahwa korban di pihak pejuang 32 orang, tetapi ada yang mencatat 37 orang, sedang menderita cacat sebanyak 12 orang.
  4. Dalam buku Pekalongan Kota Batik yang diterbitkan Pemda Dati II KotamadyaPekalongan mencatat 35 orang meninggal dan 12 orang cacat.
  5. Paguyuban Keluarga Pahlawan 3 Oktober 1945 di Pekalongan
Sumber : http://bedjobanged.wordpress.com/2010/09/18/peristiwa-bersejarahpekalongan/
 
Komentar Facebook
Komentar Blogger

2 comments:

wong kalongan mengatakan...

niat nge-blog apa mau nyari duit gan ?
klo niat nge-blog mending iklannya gak usah berlebihan gt gan. . .
jujur ane sbagai pembaca gak nyaman soalnya terlalu banyak iklan2 yg g penting!!!

Admin mengatakan...

Ngeblog juga mencari penghasilan gan, kalau ndak nyaman, bisa pindah ke situs sebelah ^_^ terimakasih

Posting Komentar

1. Gunakanlah pesan yang baik dan bermoral.
2. Jangan pernah menaruh MLM ataupun iklan.
3. Hargai pendapat orang lain

 
Copyright 2011 Kota Tercinta Q. Powered by Blogger
Blogger by Blogger Templates WP by Wpthemescreator